Maaf

 Maaf


Tak pernah ada maaf yang terlambat, Sylvia. Maaf terkadang seperti obat yang menyembuhkan luka dan laksana kejernihan air telaga sebagai penawar dahaga.


Terlambat itu tentang waktu, tentang sebuah kesepakatan yang di sepakati bersama. Namun, engkau tentu punya pilihan untuk tidak ikut bergabung bersamanya. Apalagi soal maaf. Bila aku boleh kutip ungkapan Einstein, kurang lebih ia berpendapat bahwa waktu adalah ilusi, mustahil dan relatif. Maaf bukanlah ilusi atau sesuatu yang tidak masuk akal serta relatif. Maaf tentu saja berbeda dimensi dengan waktu, dalam hal ini terlambat.


Terlambat, memang berarti dapat tertinggal, di tinggalkan dan bahkan di lupakan. Namun soal maaf, setiap orang akan mengingat ini melintasi berbagai dimensi, sekat, labirin, kehidupan, dll, dll. 


Lalu bagaimana dalam kehidupanmu, Sylvia? Di manakah terlambat dan maaf berada? Apakah sejajar sama tinggi atau ada tempat-tempat yang sengaja di junjung untuk berada di salah satunya?


Apapun hasilnya, tidak masalah. Karena sebenarnya di dunia ini tidak ada hal yang dapat kita permasalahkan, setidaknya itu menurutku. Sejauh ini, kita hanya berpura-pura saja. Seolah-olah memecahkan suatu persoalan, padahal juga sedang membuat persoalan lain lagi. Begitu seterusnya.

Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa