Paradoks

Paradoks itu menurutmu opo sih, Truk?


Menurutku? Aku kan ngawur, kenapa kok malah takon aku? Kan bisa tanya orang yang memang tiap hari bersinggungan dengan hal-hal semacam itu, ahli bahasa misalnya.


Ahli bahasa, oke, tapi aku sedang ingin bertanya ke kamu aja, yang deket. Kowe sak iki.


Paradoks iki muter-muter kalau menurutku, koyo gambar-gambar kae. Lagian aku tau paradoks ya hanya sekedar gambar, simbol bahwa itu katanya paradoks. Memang kenopo?


Aku tadi naik kuda besiku kok tetiba kepikiran tentang paradoks, ya? Terlebih, aku malah terbesit banyak hal, salah satunya tentang omongan orang bahwa nge-vape itu tidak menimbulkan bahaya apapun. Heh! Yang benar saja?!


Paradoks ae aku sudah bingung, muter-muter, lha opo maneh soal nge-vape, iki pakanan opo?


Kui, lho, Truk. Vape iku rokok elektrik. Jaman sak iki, apa-apa serba elektrik. Denger-denger kemarin di kelurahan saja ramai soal kompor gas mau di ganti ke elektrik. Lha kalau gitu Semar mau dodolan bakso pakai apa? Baterai ABC? Heuheuheu.


Oo, rokok elektrik. Soale aku hanya di besarkan di pelosok desa, kurang tau soal elektrik-elektrikan. Taunya ya elek-tri-k saja, kalau elek itu rupamu, tri iku tanggaku, k itu malah cara tertawa orang-orang di Joseon.


Eits! Aku tadi ndak di endorse ama baterai ABC ya! Di daerahku, mau mereknya Panasonic, Alkaline, dll. Anggapan gampangnya ya, beli baterai ABC ukuran segini, sambil bawa contohnya. Betewe, Joseon iku mana, Truk? Baru denger aku. Kalau Jepang, udah biasa, mungkin karena pernah jajah kita, ya, jadi otomatis tertanam. Heuheuheu.


Yo podo, daerahku kalau mau beli air mineral, bilangnya Aqua, padahal kan ada banyak mereknya, LeMineral, Ades, dll. Joseon itu bawahnya Jepang, kalau aku di kasih tau Bagong. Jare Bagong yang pernah ke sana, ia bercerita kalau di sana ama di Jepang itu tidak jauh beda. Tapi aku juga masih memendam pikir, kok bisa tidak jauh beda ini dari segi apa? Bukannya semua yang ada di dunia ini serba relatif, serba dengan sebuah kesepakatan?


Oo, adoh, kono yo. Aku belum pernah ke sana, jadi yo mung manggut-manggut ae kalau di ceritain. Hhmm...kalau soal nge-vape ini baru aku juga menaruh pikir tadi. Mosok sih, Truk. Gak menimbulkan bahaya?


Lha menurutmu piye? Kalau kamu memendam pikir, artinya kamu kan punya pendapat versimu sendiri? Aku selalu percaya kalau orang berpendapat itu pasti punya dasar, sekalipun dasarnya ya alas kaki. Heuheuheu.


Jane, ya. Jane aku juga bingung meh mulai dari mana, toh aku bukan ahli.


Yo ndak popo sih. Berpendapat kan sah-sah saja, asal pendapatmu masih aman. Kalau pendapatmu konservatif ya bisa di karungin, kaya jamannya Si-Mbah. Heuheuheu. Mau kamu?


Sek. Aku tak pinjam jubahnya Bagong dulu biar kalau ngomong loss, ra rewel. Satu, dua, tiga.


Empat, lima, enam.


Lha kok malah berhitung, Truk! Jadi menurutku, pada dasarnya, semua itu pasti memiliki sisi-sisi, sisi negatif dan positif misalnya. Kalau nge-vape kok ndak ada sisi negatifnya, aku benar-benar gak percaya. Ini sing ngomong siapa? Soalnya sekarang juga banyak ahli yang bisa dalam tanda kutip di beli, lho, Truk! Yok opo koe?


Dan mungkin contohmu tentang sebuah sisi itu juga hasil kesepakatan? Heuheuheu. Misalnya, sesuatu yang jelek mesti di konotasikan dengan kata negatif dan positif berada pada tempat sebaliknya. Kok jauh-jauh ke vape, lha wong kamu aja gak percaya kalau besok kamu bakal kelaparan. Katamu kan, kepikiran besok gak bisa makan aja udah dosa menurutmu. Apalagi percaya besok gak bisa makan. Level kepikiran ama percaya ini udah tinggi banget, lho, Reng bedanya. Makanya, beban paling berat dalam bekerja, dalam apapun mungkin ya, ini kalau sudah di kasih kepercayaan. Kalau masih dalam ruang lingkup berpikir, kan bisa di veto sama pikirannya sendiri, kalau sudah di ucapkan juga bisa di veto sama orang lain dan seterusnya.


Ya, tentu saja, Truk. Mana ada di dunia ini yang tidak lahir dari sebuah kesepakatan? Nama kita aja mungkin juga sebuah kesepakatan antara Semar sama gak tau siapa, pikirannya sendiri misalnya. Sek too, aku percaya bahwa mikir besok gak bisa makan itu dosa berdasarkan ajarane guruku, lho, Truk! Guruku selalu mewanti-wanti bahwa mikir besok gak bisa makan itu udah dosa. Kenapa gak bisa makan? Lha wong ra usaha! Kalau sakit gak bisa makan? Bisa, nyatanya dunia kedokteran membuktikan itu! Orang koma selama berhari-hari, bahkan katanya seorang di Israel sana koma sampai bertahun-tahun juga hidup. Berarti ia pasti makan, jangankan orang, baterai aja kalau gak di isi ulang, ces misalnya, tetap gak ada setrumnya. Heuheuheu.


Bukannya soal paradoks ini kamu pernah cerita, ke aku, Semar dan Bagong? Gurumu pernah berkata bahwa banyak di dunia ini yang paradoks, paling gampang contohnya ya oksigen, ia sebenarnya paradoks. Kita butuh oksigen tapi di sisi lain oksigen juga membuat sel kita makin menua. Jadi soal, nge-vape, bukannya orang-orang yang sering teriak aman-aman-aman itu orang yang punya rumah sakit sendiri, pabrik rokok sendiri, pabrik vape sendiri? Lha sekarang, ia punya pabrik rokok dan rumah sakit. Gampang, to. Buat aja iklan rokok yang menarik, nanti kalau sakit juga larinya ke rumah sakit. Sekalipun bikin iklan yang gak menarik, rumah sakitnya tetap kemebul, Reng. Orang yang punya pabrik vape juga punya rumah sakit. Lha kalau sakit juga sama aja. 


Oo, iya, ya. Aku jadi ingat itu. Mosok to, Truk kalau semua orang yang punya pabrik rokok juga punya rumah sakit, misalnya? Kok aneh, kok ngeri, kok aku baru tau, kok aku gak kepikiran dari dulu?


Yo, itu menurutku aja, sih. Soal benar atau tidak kan yo kamu silakan cari tau sendiri. Pabrik kan tak selamanya di miliki perorangan, meskipun begitu, kalau nilai ekspornya tinggi, kan bisa di jual ke tetangga, sedangkan itu pasti ada aturan mainnya, yang punya aturan main siapa? Ya itu, lah, ada. Punya aturan main ekspor, juga punya aturan main di banyak laboratorium. Kan sama, saja, Reng ujungnya?


Hhmmm....

Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa