Cangkeman
Hidup memang tak semudah cangkem para motivator, Sinta. Tetapi di sadari atau tidak, cangkem sudah menjadi bagian dari kehidupan, juga ada banyak hal positif lahir dari cangkem. Meskipun tidak sedikit hal negatif lahir dari cangkem.
Kalau tidak ada cangkem, mungkin hidup juga tidak ada remnya. Orang-orang yang suka cangkeman juga sebetulnya di butuhkan dalam kehidupan, terkadang nyeleneh tetapi benar, meskipun ya terkadang banyak cangkem hanya jadi kompor.
Dalam bersosial, tidak sedikit cangkem yang dekat dengan kritik. Tetapi jika tak ada cangkem yang demikian, kadang-kadang orang suka lupa bahwa ada banyak hal, masalah-masalah pelik harus segera di urus atau minimal di pikirkan. Makanya, mau dalam sistem sosialis atau demokrasi sekalipun, bila cangkem sudah di bungkam, maka kondisi kehidupan sudah terarah ke dalam jurang kengerian.
Skala sosial yang dapat di ambil contoh misalnya cangkemnya tetangga. Banyak tulisan melabeli cangkem tetangga sebagai cangkem-cangkem yang berbau, menusuk dan mematikan. Ada benarnya? Mungkin. Dalam kondisi seperti ini, terkadang cangkem tetangga adalah media cermin bagi seseorang, objek untuk melihat ke dalam diri sendiri. Seperti bata merah yang cara buatnya harus di bakar dalam bara api. Memang, cangkem tetangga terasa panas, namun, ada hal lain yang tetap harus di lihat dari sisi positif.
Juga, skala bernegara mirip-mirip. Jika tak ada orang yang suka nyangkem, biasanya tak sedikit pemangku pe-me-rin-ta-han atau kepentingan yang congkak dan acuh tak acuh. Meskipun, orang awam dalam sisi yang lain merasa orang cangkeman adalah duri atau virus yang membuat alergi.
“Cangkemmu, semangatku.”
Gabung dalam percakapan