Mido



Begitulah aku memilih judul untuk tulisan ini. Mido adalah kode nama perangkat telepon genggam milik Xiaomi di bawah bendera Redmi yaitu Redmi Note 4 varian Snapdragon. Dahulu, aku memiliki gawai ini dengan warna putih dan emas, mengapa? Ya, tentu saja saat itu warna hitam telah habis di buru oleh pecinta gawai Xiaomi.

Beberapa bulan pemakaian, gawai milikku ku tukar dengan milik orang lain berwarna hitam, juga dengan spesifikasi 3/32.

Sejak pertama kali menggunakan Xiaomi, motivasi untuk membeli adalah dengan harga terjangkau mendapatkan mesin yang gegas dan berkualitas tinggi. Hal yang di tahun-tahun awal tersebut tidak di tawarkan oleh banyak pemain lama dan pemain baru. Apa yang Xiaomi tawarkan merupakan ide brilian untuk sebuah terobosan baru serta segmen baru dalam dunia telepon pintar.

Di sisi lain, Xiaomi menawarkan tampilan antarmuka yang cantik. Tak akan di sangkal oleh banyak orang tentunya, aku kira, orang awam bakal setuju dengan pendapatku. Sebuah antarmuka Android yang berkiblat pada bahasa desain karya Steve Jobs. Sebut saja namanya MIUI.

Apakah aku suka MIUI? Di bilang suka, ya suka, tidak suka ya bisa juga tidak suka. Banyak hal yang aku sukai, namun juga banyak hal yang tidak aku sukai. Pada pendapat terakhir, mungkin ini adalah masalah umum dan paling pelik dalam ekosistem Android. Yaitu berupa pembaruan perangkat lunak mutakhir, bahkan, tidak hanya vendor atau pengembang pihak ketiga saja yang keteteran, tetapi pengembang yang tanpa bumbu apapun sampai dengan tulisan ini di rilis masih saja belum menawarkan apa yang seharusnya di dapat oleh konsumen. Sebut saja Nokia dengan generasi Android One yang di tawarkan oleh Google. Masih saja molor dan tentunya maksimal pembaruan mutakhir Android paling lama tiga tahun.

MIUI. 
Yang dari tahun ke tahun menawarkan perubahan dan perkembangan searah dengan bergantinya zaman. Dapat beradaptasi serta berkolaborasi dengan apa yang di dasarkan oleh Android. Jika banyak orany berbicara dengan masalah & kutu. Aku kira, selama memiliki beberapa gawai dari vendor lain, selalu saja aku lihat ada masalah di sana. Bahkan, termasuk dengan buatan Google sendiri.

Aku selalu menikmati memakai MIUI paling lama adalah ketika masa pembaruan Android terhenti. Pengguna di manjakan oleh fitur-fitur yang kaya dan berguna, juga, fitur terbaru selalu lahir untuk meningkatkan produktivitas. Baru-baru ini, aku menyukai fitur jendela layar mengambang, sinkronasi untuk foto, video, pesan, peramban, kontak dan sms, editor foto atau video, dll, dll.

Yah. Kembali lagi ke judul.
Mido. Setelah tahun pembaruan terhenti, sudah saatnya untuk berganti menggunakan piranti perangkat lunak pihak ketiga. Beruntungnya Xiaomi bukanlah vendor yang pelit atau kurang mendukung komunitas. Jadi, komunitas cukup berkembang untuk seri ini. Kupilih LineageOS.

LineageOS adalah penerus CyanogenMod, sebuah piranti lunak pengganti Android asli yang di tawarkan oleh vendor, dalam hal ini Xiaomi. CyanogenMod adalah mimpiku sejak pertama aku mengenal Android, itu mengapa ia lahir dan begitu cukup istimewa di kala itu. Ketika vendor sudah berhenti memberikan dukungan, CyanogenMod hadir sebagai pemberi nafas panjang untuk tetap merasakan pengalaman penggunaan Android terbaru. Hingga kini, aku masih memakainya bahkan untuk gawai-gawai milikku atau milik saudaraku yang sudah termakan masa. Meskipun, kini CyanogenMod hanya tinggal nama dan di teruskan oleh LineageOS sebagai gantinya.

Mido.
Tentu saja aku isi dengan LineageOS. Teleponku yang ini sudah berganti-ganti kepada beberapa tangan. Dari aku, ibuku, keponakanku, keponakanku yang lain hingga kepada bibiku. Namun, di tangan terakhir inilah midoku cukup mengenaskan di karenakan kehujanan. Sehingga mungkin sempat mati.

Sebelum sampai di tangan bibiku, midoku ini sudah pernah aku ganti layar lengkapnya. Kalau tidak salah ingat itu karena muncul warna hitam di layarnya, yang mungkin saja di karenakan sudah cukup tua. Setelah aku ganti, ku berikan kepada bibiku dengan harapan dapat berkomunikasi dengan lebih baik dari pada hanya melalui telepon biasa. Juga, dapat di manfaatkan sebagai media untuk memutar atau merekam foto, video serta musik.

Setelah kehujanan tersebut yang sempat rusak layarnya lagi, baterainya melembung, mesinnya rusak...rusak sana sini. Aku ambil alih kembali. Ku belikan mesin-mesin yang baru. Dari mesin utama, mesin bawah, tombol suara & aktifkan, speaker, penutup belakang, cangkang tulangan, tempat sim, anti gores dan silikon. Dalam arti kata lain, dapat dikatakan aku sebenarnya sedang merakit telepon sendiri. Jadi.

Tentu saja jadi dengan tapi.
Ya, itu tapi tidak bisa di unlock bootloader, tidak dapat di buka kuncinya. Kondisi ironis di mana mesin utamanya yang aku beli dengan harapan dapat di ganti dengan Android mutakhir menjadi luntur dan harus di kubur. Namun, ku nikmati beberapa hari untuk melepas rasa kangenku memakai gawai yang pernah mengisi masa-masa hidupku.

Meskipun, pada akhirnya harus dengan paksa aku tukar dengan generasi penerusnya agar tetap dapat menggunakan Android mutakhir dan di dukung oleh komunitas LineageOS.
Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa