Kebenaran



Kan ku ingat wejangan guruku, ya, apakah itu benar atau tidak, belakangan. Tetapi ku katakan dengan tandas bahwa aku memegang wejangan ini.

Wejangan tersebut kurang lebih adalah bahwa kita tidak bisa seratus persen benar, orang jawa menyebut bener tapi durung mesti pener. Kebenaran yang seratus persen benar hanyalah milik Sang Pencipta, lalu kita hanya bisa mendekati kebenaran milik-Nya. Ya, kata ini mungkin sangat lekat dalam tulisan-tulisanku, sebagian pembaca bisa saja bosan mengulang-ulang hal yang sama. Namun, terkadang itu perlu di ingatkan.

Dewasa kini, kemungkinan aku telah memahami makna-makna terdalam wejangan dari guruku tersebut. Sehingga aku tak mudah untuk menyalahkan orang lain, sebab setiap orang punya alasan. Di tambah beberapa pengalaman-pengalaman hidup, termasuk perjumpaan-perjumpaan dengan orang-orang baru telah menambah wawasan dalam cara berpikirku. Misalnya, sosok Rahwana bagi orang-orang Sri Lanka adalah pahlawan, namun bagaimana dengan India? Ironisnya Rahwana adalah seorang pecundang dan penjahat, begitu juga dunia mengenalnya. Hal lain sama halnya seorang kepala keluarga yang melakukan apapun demi keberlangsungan hidup keluarganya, terkadang apa yang ia lakukan bukanlah tindakan yang benar, sekalipun itu di mata hukum, tetapi di mata keluarganya apa yang ia jalani adalah jalan menuju kelanjutan hidup terjal yang nyata.

Aku selalu berpegang bahwa apapun di dunia ini adalah hasil sebuah kesepakatan, termasuk beberapa anggapan tentang sesuatu yang di anggap benar. Mengapa? Bagaimana jika yang di maksud kebenaran adalah apa yang dikatakan setiap orang atau apa yang di anggap umum di lakukan oleh orang-orang. Bagaimana jika dalam prosesnya objek yang dimaksudkan adalah hasil dari konspirasi? Tentu saja itu adalah kata-kata yang tidak berdasar dan setiap orang dapat membantahnya, namun perlu kita tahu dan kita sadari bahwa ada hal-hal nyata yang sengaja di buat oleh sekelompok orang untuk mendapatkan keuntungan dari tindakan-tindakan tersebut.
Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa