Benci
Kamsahamnida, Jungjeon Mama.
Terima kasih karena telah membenciku, seumpama rasa bencimu adalah hujan dan menjadi air yang mengaliri tanah-tanah gersang. Aku akan menjadi danau sebagai tempat menampung kebencianmu.
Danau yang indah adalah danau yang tetap diam mengendalikan siklus perairan dan menjadi tempat bernaungnya antara benci serta rindu.
Kendati benci dan rindu itu tak ada, yang ada adalah keniscayaan bahwa kita akan melalui bersama-sama dalam catatan takdir.
Siramilah selalu kebencianmu kepadaku bagai tetesan hujan menumbuhkan kuntum-kuntum bunga nan indah.
Pada akhirnya yang engkau petik bukanlah sekuntum benci, namun keanggunan wajahmu yang tergambar diantara rerimbunan bunga-bunga nang elok.
Kan ku rawat segala senyum sapamu seumpama bulan memelihara malam dalam kegelapan, meskipun yang terasa hanyalah temaram. Namun sinarnya tetap menerangi.
Sebagai teman hidupmu yang setia, kan ku bawa jua seluruh rahasia-rahasiamu seperti ketika engkau berbisik dan yakin bahwa aku adalah pendengarmu yang baik.
Sebaik kesendirian yang engkau pilih dalam mengarungi segala rintangan kehidupan. Tak akan aku sia-siakan kepercayaanmu bak mentari yang harus membakar hidrogen-hidrogen dalam genggaman tangannya.
Seperti hidrogen, bungkuslah kebencianmu kepadaku supaya tetap tidak berbau dan berwarna, sehingga setiap orang jarang yang tahu akan ledakan-ledakan di dalamnya.
Berharap bahwa rasa bencimu kepadaku sebanding dengan semangatmu. Jangan pernah ada kata takut lagi, tidak kuat lagi, kecil hati lagi, sedih lagi, dan lagi. Engkaulah sebaik-baik obat serta penawarnya.
Bilamana begitu, kan ku bantu engkau untuk terus dan terus membenciku dalam keabadian.
Credit: Music, Image: Public-Creations
Gabung dalam percakapan