Menunggu



Langit terasa indah nan cerah
Seperti wajahmu yang penuh senyuman dengan bibir merah
Senantiasa jua kerlingan matamu membuatku semakin rindu

Di antara reruntuhan dedaun yang kering
Berjatuhan pula sendu mengiring basah pipiku
Seperti datangnya rintik hujan
Semakin lama, semakin deras, menghias

Ku rasa kini adalah musim panas
Tepat di mana tanah-tanah retak dan pecah
Seperti derita hatiku tengah lama menunggu
Kapan kedatanganmu kemari membawakan sekecup madu?

Tak terbalas lagi surat-surat yang ku titipkan merpati
Duhai, merpati, apakah engkau salah mengirimkan kangenku?
Atau mungkin engkau gugur sepanjang perjuangan perjalananmu?
Kembalilah kepadaku meski hanya dengan tulang-tulangmu

Di sini aku masih menunggu
Menunggu jawaban hingga musim gugur tiba
Meski pepohonan peluruh berguguran daunnya
Tidak akan ku biarkan hatiku rontok
Selalu ku semai dan ku sirami biarpun dengan air mataku sendiri

Kapan dan kapan lagi?
Apakah engkau kan membiarkanku membeku?
Terjerat salju bagaikan tumpukan rinduku?
Dan terasa panas seperti pengigau penderita hipotermia
Lalu hanya datang untuk mengusap papan namaku?
Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa