Rahvayana: Goro-Goro



Di bawah sinar rembulan malam yang menyinari kegelapan. Temaram dan sunyi berdansa di atas pualam sabana. Ku teguk anggurku, lalu tertawa bersama sahut-menyahut tawa orang-orang kepadaku tentang setiap perkara.

Shinta, masalah aku menyayangimu adalah urusanku sendiri kepadamu. Tak perduli apapun balasanmu. Sebab, balasanmu kepadaku adalah urusanmu dengan Tuhan-mu. Aku tak perlu mengajarimu apalagi lancang mengingatkanmu.

Oh ya, setiap orang mempunyai tendensi. Sesuatu hal yang menjadi dasar-dasar seseorang melangkah atau bahkan menarikan jari jemarinya pada kayu-kayu yang telah di sulap menjadi alas tarum menangis.

Shinta, aku selalu percaya, setiap niat dalam kebaikan akan senantiasa menemukan jalannya sendiri. Seperti gelap malam dalam sinar rembulan. Terkadang sinarnya seperti tak terlihat, tak di anggap ada dan hanyalah benda yang tak berarti. Namun, bila saja rembulan tak ada ketika malam. Gelap tetaplah gelap, tak ada lagi remang atau kentara antara tangismu dengan air terjun yang mengalir deras.

Sebab itulah aku menaruh kepercayaan dalam kedalaman kalbu beserta jiwaku. Tuhan akan menolongku terlepas siapakah aku, itu bagaikan cahaya rembulan yang tak membedakan setiap insan.
Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa