Bantu, Membantu, Terbantu
Dulu aku punya dua guru dan mereka sebenarnya adalah guru serta murid, salah satunya pernah berkata bantulah siapapun yang membutuhkan dan berdirilah di samping orang-orang yang dikucilkan, meskipun itu musuhmu atau bahkan tak menyukaimu. Suatu ketika salah satunya lagi berkata bantulah siapapun dengan apa yang kamu bisa, karena membantu tak harus dengan uang, bisa dengan tenaga, pikiran, waktu, dst, dll.
Dewasa kini, aku memahami arti itu, meski pada awalnya aku merasa aneh dengan hal-hal tersebut. Apalagi di dunia ini kental dengan tendensi bahwa orang-orang yang telah kita bantu selalu saja tidak menyadarinya atau bersikap berkebalikan.
Waktu terus bergulir, aku menemukan jawaban diantara kubangan-kubangan. Mengapa kedua guruku berkata demikian? Ternyata kita tidak pernah tahu akan berjalannya takdir, baiklah jika engkau bahkan tak percaya takdir, tetapi aku yakin engkau tak bisa meramalkan masa depan dengan persentase yang mutlak. Artinya adalah suatu saat dalam hidup, kita akan berada pada fase tersebut. Dalam ilmu sosial dan keadaan normal, apa yang kita berikan kepada orang-orang adalah apa yang akan kita terima dari orang-orang tersebut. Menjadi titik balik, salah satu alasan untuk tetap melakukannya.
Memang, akan ada orang-orang yang tidak menyadari atau bersikap berkebalikan. Namun jika kita terbiasa melakukan, destinasinya bukan mendapat apa yang bisa di balaskan dari orang-orang tersebut. Akan ada pintu kehidupan lain yang terbuka. Pada tingkat kesadaran tersebut, tangga kehidupanmu bukanlah seperti yang dulu lagi, minimal engkau harus mempertahankan atau naik ke tahap selanjutnya.
Gabung dalam percakapan