Tiongkok
Apa yang aku pikirkan adalah tentang sistem operasi, ya, betul. Dalam beberapa tahun ke belakang terdapat fakta unik bahwa di negaramu ini gawai-gawai dikuasai oleh grup-grup dari Tiongkok. Bahkan gawai lokal-pun sebenarnya banyak me-rebranding dari vendor Tirai Bambu tersebut. Meski hingga tulisan ini aku kompos sistem operasi Android tetap masih menjadi pionir di lapangan dan diikuti oleh iOS dari Apple, yang tentu saja keduanya adalah besutan korporasi besar Paman Sam.
Aku selalu membayangkan bagaimana jika grup-grup di Tiongkok tersebut di sisi lain mengembangkan sistem operasi mandiri yang tidak terpengaruh oleh dunia luar. Mengapa? Meski terlihat sulit, Tiongkok adalah negara yang sukses dengam beberapa kebijakan-kebijakan lokal mereka. Seperti mesin penelusuran mandiri, aplikasi-aplikasi sosial media lokal dan bahkan tingkat komponen teknologi.
Bila saja mereka mengembangkan sistem operasi sendiri, bukan tidak mungkin pemerintah mereka mendukung dan "memaksa" produsen lokal untuk turut serta bergabung di dalamnya. Mungkin, bisa saja produsen lokal tetap memakai Android di luar dataran tiongkok dan sebaliknya di dalam negeri mereka menggunakan sistem operasi yang di kembangkan bersama. Jika di cermati, bahkan sejak lama beberapa produsen telah membedakan sistem operasi dalam negeri dan yang akan di kirim ke kancah global. Lalu apa susahnya mereka menggunakan model yang sama untuk tujuan "lebih baik" guna di masa depan terkena sanksi-sanksi barat?
Dalam kaca mata lokal, terkadang Negeri Tirai Bambu ini di sebut sebagai negara yang kerap meniru sesuatu, mulai dari hal-hal kecil hingga kapal perang-pun sukses di tiru. Semacam Android yang kodenya di rilis Google secara terbuka, bagaimana jika mereka tidak perlu menggunakan kode asli milik Android namun menulis ulang dengan bahasa turunan dari yang di gunakan pada Android? Kini, banyak turunan bahasa-bahasa yang "konon" lebih efisien dari pada bahasa-bahasa yang sudah lama di tulis di Android. Bahkan, isunya dukungan bahasa program di Android juga di perluas. Beberapa aplikasi pihak ketiga-pun terlihat sudah mengadopsi bahasa program tersebut, misalnya kotlin.
Dengan gambaran tersebut, apa susahnya produsen lokal semacam Kipas Merah menggunakan Sumber Daya Mansusia-nya (SDM) untuk menulis ulang kode-kode Android dengan bahasa yang lebih efisien dan modern? Bahasa yang lebih modern tentu dapat meningkatkan kinerja sistem operasi itu sendiri, apalagi jika Kipas Merah tersebut mampu mengintegrasikan komponen-komponen mesin mereka dengan sisten operasi yang telah di kembangkan secara mandiri. Toh, cara ini sudah dibuktikan oleh Apple. Bahkan, Samsung bertahun-tahun mencobanya dan terkini Google sebagai pemilik Android juga sukses melahirkan Tensor sebagai dapur pacu ponsel mereka.
Sangat menarik apabila ternyata selama ini produsen-produsen lokal Tiongkok telah bersatu dalam mengembangkan sistem operasi mandiri untuk negara tersebut dan kemudian di "fork" layaknya Android untuk di kembangkan menjadi tampilan-tampilan/ User Interface (UI) masing-masing produsen. Terlebih, tampilan muka Android ponsel besutan Tiongkok rata-rata berbeda dari pada tampilan Android umum atau yang di kembangkan dari negara-negara di luar Negeri Tirai Bambu tersebut. Tentunya jika terdapat satu sistem operasi yang telah mapan atau sesuai dengan gaya yang ada di Tiongkok, mereka tidak perlu terlalu banyak mengorganisir dan membuat struktur ulang layaknya Android ke tampilan muka (UI) versi masing-masing produsen. Sebab secara umum telah di kembangkan sebagai standar gaya Tiongkok. Juga, tidak dapat di pungkiri bahwa kualitas SDM Tiongkok tidak dapat di remehkan begitu saja.
Jika demikian, maka mereka akan perlahan mendorong operasi sistem mandiri mereka untuk di jual ke luar negeri. Bila kita lihat, produsen-produsen Tiongkok berhasil menguasai penjualan di beberapa negara, sebut saja seperti BBK Group dan Xiaomi. Tidak termasuk Huawei yang akhir ini merosot tajam di karenakan sanksi-sanksi dari Barat.
Sistem operasi yang di dukung oleh banyak produsen berkemungkinan besar untuk sukses. Terlebih jika dibangun dengan kode yang mirip dan terbuka, seseorang akan dapat mempelajarinya secara mudah. Meski akan ada isu negatif, namun penyerapannya akan jauh lebih mudah di banding dengan Tizen misalnya atau SailfishOS. Penyerapan yang mudah akan memaksa perusahaan global turut serta membangun aplikasi ekosistem mereka dikarenakan terdapatnya banyak pengguna. Paling tidak untuk gelombang awal utilitas umum sebagai gawai cerdas sudah tersedia semacam kamera pintar, telepon, perpesanan, web dan manajemen perkantoran.
Selanjutnya mari kita lihat bagaimana gelombang di lautan.
Gambar: AI
Gabung dalam percakapan